Judul Buku : Kembara Rindu Penulis : Habiburrahman El Shirazy Penerbit : Republika Tahun Terbit : 2019 Jumlah Hal : 266 Hal |
Jika dilihat pada bagian sampul tertulis bahwa ini adalah buku pertama dari Dwilogi Pembangun Jiwa. Pada halaman terakhirnya pun (hal 266) dengan huruf kapital tertulis "NOVEL PERTAMA SELESAI". Itu artinya akan ada novel lanjutan dan membuat saya tidak sabar untuk membaca lagi kelanjutan kisahnya.
Cerita diawali dengan seorang gadis penjual gorengan dan air mineral di tangga masuk serambi masjid. Gadis yang memakai jaket usang, bercelana panjang dan menutupi rambutnya dengan topi itu berharap agar jualannya bisa laku lebih banyak. Diketahui bahwa gadis itu bernama Syifa. Dia harus menjalani hidup susah diusia belia demi menghidupi keluarganya.
Hampir pada setiap novel yang ditulis oleh Kang Abik akan ada sosok pemuda saleh. Pada buku ini pun demikian. Tokoh tersebut bernama Ridho yang merupakan sepupu dari Syifa. Pemuda ini memiliki latar belakang pendidikan pesantren dan dia adalah harapan bagi Syifa untuk bisa membantunya keluar dari kesulitan hidup. Mereka berdua adalah anak yatim piatu yang dibesarkan oleh kakek dan kedua orang nenek. Dua nenek? Silahkan dibaca novelnya ya hehe...
Terkait tokoh lainnya tentu ada beberapa, seperti Lina, Diana, Bu Rosma, Sita, Kakek Jirun, Kyai Nawir, dst. Namun, menurut saya pada novel pertama ini yang lebih menjadi sorotan adalah dua tokoh di atas, terutama Ridho. Dia yang harus berjuang menjadi kepala keluarga dan memutar otak serta menahan malu demi menghidupi keluarganya dengan jalan yang barokah.
Banyak pesan yang terkandung dalam novel ini, seperti adab seorang murid kepada guru dan keluarganya, waris, hutang-piutang, memakmurkan masjid, dsb. Saya akan sedikit menyampaikan salah satunya yaitu terkait hutang-piutang. Karena tentang hutang-piutang ini sebanyak dua kali dibahas. Seperti, saat Ridho mengajak Syifa menagih hutang kepada teman ibunya yang dulu meminjam uang hingga ibunya meninggal belum juga dikembalikan. Kemudian, ketika Ridho mengisi pengajian di pesantren milik Kyai Shobron (anak Kyai Nawir, pemilik pesantren dimana Ridho pernah nyantri) disinggung adab seorang piutang terhadap yang memberi hutang.
Berikut penggalan perkataan dari Kyai Shobron (hal. 247) :
"Jika orang yang punya piutang itu mampu untuk membayar hutangnya tapi dia mengulur-ulurnya, tidak juga membayar hutangnya, sesungguhnya ia melakukan kezaliman."
Ada pula yang lainnya, masih perkataan Kyai Shobron (hal. 209) :
"Dan marilah kita amalkan hadits Nabi Muhammad Saw, 'Min husni Islamil mar'i tarkuhu maa laa ya'nihi.' Termasuk tanda baiknya Islam seseorang adalah jika orang itu mampu meninggalkan segala yang tidak ada maknanya baginya."
MasyaAllah, perkataan Kyai Shobron menjadi pengingat untuk diri saya pribadi.
Dari tokoh Ridho ini kita bisa belajar bahwa tidak perlu malu mencari rezeki selama itu halal dan barokah. Dengan memakmurkan masjid, rezekinya terus mengalir. Sedangkan, ketika dia menomorduakan mengurus masjid pusaka kakek buyutnya, hidupnya begitu melarat. Mungkin ini yang namanya "Allah first, Dunia follow". Atau seperti yang di sebutkan pada QS. Al-Baqarah (2) : 201-202. Pokoknya baca "Kembara Rindu" benar-benar Pembangun Jiwa.
Komentar
Posting Komentar