Pada tanggal 23 Februari yang lalu di Bandar Lampung diadakan acara Milad FLP ke-23. Ada dua kegiatan pada hari itu, yaitu Seminar Nasional dan Pelatihan Cerpen. Tema dari seminar tersebut yaitu "Literasi Hijau : Menanam Aksara, Merawat Bumi". Tema ini begitu menarik. Mengingat belakangan ini isu lingkungan menjadi topik paling panas untuk diperbincangkan selain isu politik dan ekonomi. Mulai dari Green Lifestyle, Zero Waste, Eco Green dan istilah-istilah sejenisnya.
Acara ini dihadiri oleh Ibu Fauziah, S. Pd, M.M. sebagai Staf Ahli Gubernur Bidang Kemasyarakatan dan Sumber Daya Alam mewakili Gubernur Provinsi Lampung, Pak Asworadi sebagai Sekretaris Dinas Pendidikan, Staf Ahli dan beberapa sastrawan Lampung, seperti Udo Z, Karzi, dan Arman Az. Selain itu, turut hadir pula Ketua Umum FLP, Yeni Mulati, S.Si., M.M atau dikenal dengan nama pena Afifah Afra.
Para peserta seminar tidak hanya dari anggota FLP, juga hadir dari beberapa sekolah menengah atas/kejuruan. Saya terkesan dengan kekompakan FLP Sumsel yang hadir di acara milad FLP ini. Mereka ramai dan heboh. Apalah saya yang hanya datang berdua dengan Mbak Nur. Tapi, semangat kami tidak kalah dengan mereka kok, hehe...
Ada tiga orang pembicara pada seminar, yaitu Dra. Yanti Riswara, M.Hum (Kepala Kantor Bahasa Lampung), Dr. M. Irfan Hidayatullah, S.S, M.Hum (Ketua Dewan Pertimbangan FLP 2017-2021 dan Dosen Sastra Universitas Padjajaran), dan Irfan Tri Musri (Direktur WALHI Lampung). Satu per satu para pembicara menyampaikan materinya.
Pertama adalah Ibu Yanti Riswara. Beliau menyampaikan bahwa membaca adalah hal dasar yang diperintahkan oleh Allah SWT kepada manusia. Seperti yang tertera pada Q.S Iqro' yang merupakan wahyu pertama. Dari sana kita diperintahkan untuk membaca. Terkait hal ini, membaca tidak hanya sekadar buku atau teks, namun lebih luas lagi. Agar kita membaca lingkungan sekitar.
Kemudian, beliau juga menyampaikan data survei bahwa literasi di lingkungan siswa, Indonesia menempati urutan ke-64 dari 72 negara. Hal ini menunjukkan bahwa negara kita memiliki literasi yang rendah.
Kenapa bisa demikian?
Itu semua terjadi karena tidak ada aksi/terlihatnya dari kegiatan membaca tersebut. Sehingga, pemerintah harus membuat gerakan literasi nasional. Maksud dari kegiatan ini selain meningkatkan minat literasi, juga supaya mewujudkan budi pekerti yang luhur.
Kemudian, pembicara kedua ialah Pak Irfan Hidayatullah atau yang akrab disapa Kang Irfan. Beliau menyampaikan bahwa yang hilang dari manusia saat ini adalah Kesadaran Komposisional. Seperti contohnya dalam kegiatan menulis. Menulis itu harus ada harmonisasinya. Ada subjek, predikat, objek, semua penting dalam sebuah kalimat.
Seharusnya, seseorang yang berada di dunia kreatif dapat memantik orang sadar akan berbagai hal. Menurut beliau kesadaran dibagi beberapa jenis, yaitu Kesadaran Rasional, Kesadaran Apokaliptik, dan Kesadaran Komposisional. Dalam materi yang beliau sampaikan lebih ditekankan mengenai kesadaran komposisional.
Sebelum materi yang disampaikannya berakhir, beliau mengatakan bahwa banyak orang Indonesia yang jadi Tuna Tanda. Maksudnya yaitu mereka tahu, tetapi tidak mau melakukan. Hal ini mencakup dalam berbagai hal.
Pembicara terakhir dan yang paling muda dibandingkan dua pembicara sebelumnya yaitu Irfan Tri Musri dari WALHI. Jika ada yang masih asing dengan WALHI, kita sama.
WALHI merupakan Organisasi lingkungan hidup yang lahir pada 15 Oktober 1980. Saat ini WALHI memiliki anggota sekitar 100 orang. Tidak hanya aktif di Indonesia, WALHI juga melakukan kampanye terkait lingkungan hingga kanca internasional.
Pada materinya, Irfan lebih menyampaikan terkait masalah lingkungan, seperti data dan fakta tentang sampah, proses ideal sampah, pengelolaan sampah plastik, juga kegiatan yang dilakukan WALHI.
Menurut saya, momen yang lebih menarik yaitu ketika sesi tanya jawab. Tadinya saya ingin bertanya, namun pertanyaan saya telah diwakilkan oleh penanya yang lain. Pertanyaannya terkait langkah konkrit untuk mengatasi masalah lingkungan ini.
Saya setuju dengan jawaban dari Pak Irfan. Banyak dari kita yang menanyakan langkah konkrit dengan menggebu-gebu namun hal ini yang berbahaya. Jika ditanya demikian, maka jawabannya adalah kita bisa mulai dari diri sendiri. Mengubah sesuatu kebiasaan secara massal akan sulit jika tidak dimulai dari hal kecil. Harusnya kita bisa ambil bagian di aspek mana pun. Misalnya, seperti beliau yang seorang dosen dapat menyisipkan pesan-pesan terkait lingkungan. Jangan membebankan sesuatu masalah besar hanya dipundak satu orang. Mari lakukan bersama-sama.
Akhirnya, seminar berakhir. Rasanya waktu sekitar 3 jam tidak akan cukup untuk membahas mengenai kepenulisan dan lingkungan. Namun, dari seminar tersebut dapat diambil benang merah antara kepenulisan dan lingkungan yaitu para penggiat literasi dapat mengkampanyekan isu lingkungan ini lewat karya tulisnya. Tinggal kita mau ambil bagian yang mana.
Pertama adalah Ibu Yanti Riswara. Beliau menyampaikan bahwa membaca adalah hal dasar yang diperintahkan oleh Allah SWT kepada manusia. Seperti yang tertera pada Q.S Iqro' yang merupakan wahyu pertama. Dari sana kita diperintahkan untuk membaca. Terkait hal ini, membaca tidak hanya sekadar buku atau teks, namun lebih luas lagi. Agar kita membaca lingkungan sekitar.
Kemudian, beliau juga menyampaikan data survei bahwa literasi di lingkungan siswa, Indonesia menempati urutan ke-64 dari 72 negara. Hal ini menunjukkan bahwa negara kita memiliki literasi yang rendah.
Kenapa bisa demikian?
Itu semua terjadi karena tidak ada aksi/terlihatnya dari kegiatan membaca tersebut. Sehingga, pemerintah harus membuat gerakan literasi nasional. Maksud dari kegiatan ini selain meningkatkan minat literasi, juga supaya mewujudkan budi pekerti yang luhur.
Kemudian, pembicara kedua ialah Pak Irfan Hidayatullah atau yang akrab disapa Kang Irfan. Beliau menyampaikan bahwa yang hilang dari manusia saat ini adalah Kesadaran Komposisional. Seperti contohnya dalam kegiatan menulis. Menulis itu harus ada harmonisasinya. Ada subjek, predikat, objek, semua penting dalam sebuah kalimat.
Seharusnya, seseorang yang berada di dunia kreatif dapat memantik orang sadar akan berbagai hal. Menurut beliau kesadaran dibagi beberapa jenis, yaitu Kesadaran Rasional, Kesadaran Apokaliptik, dan Kesadaran Komposisional. Dalam materi yang beliau sampaikan lebih ditekankan mengenai kesadaran komposisional.
Sebelum materi yang disampaikannya berakhir, beliau mengatakan bahwa banyak orang Indonesia yang jadi Tuna Tanda. Maksudnya yaitu mereka tahu, tetapi tidak mau melakukan. Hal ini mencakup dalam berbagai hal.
Pembicara terakhir dan yang paling muda dibandingkan dua pembicara sebelumnya yaitu Irfan Tri Musri dari WALHI. Jika ada yang masih asing dengan WALHI, kita sama.
WALHI merupakan Organisasi lingkungan hidup yang lahir pada 15 Oktober 1980. Saat ini WALHI memiliki anggota sekitar 100 orang. Tidak hanya aktif di Indonesia, WALHI juga melakukan kampanye terkait lingkungan hingga kanca internasional.
Pada materinya, Irfan lebih menyampaikan terkait masalah lingkungan, seperti data dan fakta tentang sampah, proses ideal sampah, pengelolaan sampah plastik, juga kegiatan yang dilakukan WALHI.
Menurut saya, momen yang lebih menarik yaitu ketika sesi tanya jawab. Tadinya saya ingin bertanya, namun pertanyaan saya telah diwakilkan oleh penanya yang lain. Pertanyaannya terkait langkah konkrit untuk mengatasi masalah lingkungan ini.
Saya setuju dengan jawaban dari Pak Irfan. Banyak dari kita yang menanyakan langkah konkrit dengan menggebu-gebu namun hal ini yang berbahaya. Jika ditanya demikian, maka jawabannya adalah kita bisa mulai dari diri sendiri. Mengubah sesuatu kebiasaan secara massal akan sulit jika tidak dimulai dari hal kecil. Harusnya kita bisa ambil bagian di aspek mana pun. Misalnya, seperti beliau yang seorang dosen dapat menyisipkan pesan-pesan terkait lingkungan. Jangan membebankan sesuatu masalah besar hanya dipundak satu orang. Mari lakukan bersama-sama.
Akhirnya, seminar berakhir. Rasanya waktu sekitar 3 jam tidak akan cukup untuk membahas mengenai kepenulisan dan lingkungan. Namun, dari seminar tersebut dapat diambil benang merah antara kepenulisan dan lingkungan yaitu para penggiat literasi dapat mengkampanyekan isu lingkungan ini lewat karya tulisnya. Tinggal kita mau ambil bagian yang mana.
Selesai seminar, acara dilanjutkan dengan Latihan Kepenulisan Cerpen. Maaf, untuk kegiatan ini saya tidak mengikuti karena ada agenda lain hehe...
Cerita tentang jalan-jalan di Lampung akan ada dipostingan selanjutnya.
Cerita tentang jalan-jalan di Lampung akan ada dipostingan selanjutnya.
Komentar
Posting Komentar