Judul : Second Chance
Penulis : Rago, Irfan dan Fajar
Tahun : 2016
Penerbit : Pastel Books
"Lampaui Batasmu!"
Yah, tagline pada cover buku ini sesuai dengan perjuangan ketiga penulis untuk melampaui batas, yaitu Rago, Irfan dan Fajar. Keterbatasan yang mereka alami tidak menjadi penghalang. Dan kesamaan nasib juga yang mempertemukan mereka, sehingga dapat menulis buku ini.
Berawal dari kisah Rago yang mengalami kecelakaan ketika panjat tebing di Tebing Citatah 48. Dia terjatuh sehingga membuat tangan kanannya tidak berfungsi seperti sediakala. Membuatnya mau tidak mau menjadi kidal. Putus asa? Pasti dirasakannya. Bahkan, pernah berada dititik terendah.
Hal yang sama juga dialami oleh Irfan. Bedanya, Irfan mengalami kecelakaan ketika wall climbing. Dia terjatuh dari ketinggian 10 m. Sempat divonis tidak akan bisa berjalan kembali. Namun, Irfan mematahkan semua itu. Dari apa yang telah dia alami, Irfan bahkan telah menulis buku berjudul Tabah Sampai Akhir. Sejujurnya saya belum membaca karya pertamanya ini. Namun, saya yakin dibuku tersebut Irfan juga menularkan semangat positif.
Terakhir adalah tulisan dari seorang Fajar. Dia mengalami nasib naas ketika sedang berboncengan dengan temannya ketika SMA. Terseret sejauh delapan meter dibawa oleh kointainer. Jujur saja, saya tidak sanggup untuk membayangkannya. Apalagi akibat dari kejadian tersebut membuatnya menjadi seorang ostomate. Itu adalah keadaan dimana seseorang dilakukan pembedahan pada usus besar untuk dapat melakukan pembuangan kotoran melalui dinding perut. Dengan kata lain, tidak lagi menggunakan anus, melainkan menggunakan Colostomy bag.
Seluruh kejadian tersebut membuat mereka menjadi penyandang disabilitas. Mereka menjadi perwakilan untuk mengemukakan perasaan para penyandang disabilitas. Jangan lagi tatap mereka dengan tatapan kasihan, tapi pandanglah mereka dengan tatapan penuh optimis.
Dari ketiga tulisan tersebut, saya juga dapat melihat persamaan yaitu mereka dikelilingi oleh orang-orang yang selalu mendukung mereka, yang selalu berada disekitar mereka. Apalagi dukungan keluarga. Bagaimanapun keadaan yang dialami, mereka tidak pernah meninggalkan sedikitpun. Karena jika tidak ada orang-orang yang masih menyayangi dan peduli, maka mereka mungkin tidak akan bisa keluar dari keterpurukan.
Selain itu, kecintaan mereka terhadap kegiatan pecinta alam, membuat mereka dapat melampaui batas. Meski, harus terlebih dahulu dibayar dengan trauma, rasa sakit, tertekan, malu, dan apa pun itu. Mereka adalah contoh dari manusia yang benar-benar memanfaatkan Kesempatan Kedua dari Allah SWT.
Bahwa hidup masih harus dilanjutkan.
Penulis : Rago, Irfan dan Fajar
Tahun : 2016
Penerbit : Pastel Books
"Lampaui Batasmu!"
Yah, tagline pada cover buku ini sesuai dengan perjuangan ketiga penulis untuk melampaui batas, yaitu Rago, Irfan dan Fajar. Keterbatasan yang mereka alami tidak menjadi penghalang. Dan kesamaan nasib juga yang mempertemukan mereka, sehingga dapat menulis buku ini.
Berawal dari kisah Rago yang mengalami kecelakaan ketika panjat tebing di Tebing Citatah 48. Dia terjatuh sehingga membuat tangan kanannya tidak berfungsi seperti sediakala. Membuatnya mau tidak mau menjadi kidal. Putus asa? Pasti dirasakannya. Bahkan, pernah berada dititik terendah.
Hal yang sama juga dialami oleh Irfan. Bedanya, Irfan mengalami kecelakaan ketika wall climbing. Dia terjatuh dari ketinggian 10 m. Sempat divonis tidak akan bisa berjalan kembali. Namun, Irfan mematahkan semua itu. Dari apa yang telah dia alami, Irfan bahkan telah menulis buku berjudul Tabah Sampai Akhir. Sejujurnya saya belum membaca karya pertamanya ini. Namun, saya yakin dibuku tersebut Irfan juga menularkan semangat positif.
Terakhir adalah tulisan dari seorang Fajar. Dia mengalami nasib naas ketika sedang berboncengan dengan temannya ketika SMA. Terseret sejauh delapan meter dibawa oleh kointainer. Jujur saja, saya tidak sanggup untuk membayangkannya. Apalagi akibat dari kejadian tersebut membuatnya menjadi seorang ostomate. Itu adalah keadaan dimana seseorang dilakukan pembedahan pada usus besar untuk dapat melakukan pembuangan kotoran melalui dinding perut. Dengan kata lain, tidak lagi menggunakan anus, melainkan menggunakan Colostomy bag.
Seluruh kejadian tersebut membuat mereka menjadi penyandang disabilitas. Mereka menjadi perwakilan untuk mengemukakan perasaan para penyandang disabilitas. Jangan lagi tatap mereka dengan tatapan kasihan, tapi pandanglah mereka dengan tatapan penuh optimis.
Dari ketiga tulisan tersebut, saya juga dapat melihat persamaan yaitu mereka dikelilingi oleh orang-orang yang selalu mendukung mereka, yang selalu berada disekitar mereka. Apalagi dukungan keluarga. Bagaimanapun keadaan yang dialami, mereka tidak pernah meninggalkan sedikitpun. Karena jika tidak ada orang-orang yang masih menyayangi dan peduli, maka mereka mungkin tidak akan bisa keluar dari keterpurukan.
Selain itu, kecintaan mereka terhadap kegiatan pecinta alam, membuat mereka dapat melampaui batas. Meski, harus terlebih dahulu dibayar dengan trauma, rasa sakit, tertekan, malu, dan apa pun itu. Mereka adalah contoh dari manusia yang benar-benar memanfaatkan Kesempatan Kedua dari Allah SWT.
Bahwa hidup masih harus dilanjutkan.
Komentar
Posting Komentar