Langsung ke konten utama

Solo Traveler in Bukittinggi

Hei... Hei... Heiiii...
Last part trip di Sumatera Barat berlatar di kota Bukittinggi. Yang ada rencana ke Padang, tidak ada salahnya agar memasukkan dalam planning berkunjung ke kota yang satu ini. Baiklah, untuk cerita kali ini akan lebih excited karena ini pengalaman pertama menjadi Solo Traveler.

Dari Padang saya naik transportasi umum yaitu Tranex, yang nongkrong di dekat Universitas Negeri Padang (UNP). Ongkos yang perlu kalian siapkan yaitu Rp 25.000. Perjalanan ditempuh kurang lebih sekitar 2,5 jam. Ketika sampai di Bukittinggi, MasyaAllah sejuk banget... Beneran.

Tujuan pertama saya adalah Jam Gadang. Karena Tranex tidak melewati Jam Gadang, maka ketika sudah memasuki wilayah Bukittinggi saya mengecek posisi saya dari Jam Gadang dengan Gmaps. Ketika jarak yang akan saya tempuh tidak terlalu jauh, maka saya berhenti lalu melanjutkan perjalanan dengan memesan ojek online.Hingga, sampailah saya di ikon kota ini, Jam Gadang.


Dari Jam Gadang, kalian bisa mengujungi beberapa tempat lainnya, seperti Istana Bung Hatta yang letaknya hanya 500 m dari Jam Gadang, lalu Lobang Jepang, Ngarai Sianok, Rumah Lahir Bung Hatta, Benteng Fort De Kock, The Great Wall Of Kota Gadang, dsb. Dari sekian banyak tempat yang saya sebutkan, hanya beberapanya saja saya kunjungi. Tempat-tempat tersebut bisa ditempuh hanya dengan berjalan kaki. Dari Jam Gadang, saya langsung menuju Istana Bung Hatta.


Sayangnya tempat ini sepertinya tidak untuk umum. Saya menanyakan kepada Ibu petugas POL-PP yang sedang berada di sekitar sana. Saya bertanya apakah ada akses untuk masuk ke dalam? Jawabannya tidak. Ya sudah, saya menuju tempat selanjutnya yaitu Lobang Jepang. Di tempat ini saya menghabiskan waktu lebih lama. Rupanya, tidak hanya Lobang Jepang yang bisa kalian temui, tetapi ada beberapa spot menarik di dalam tempat wisata ini. Harga tiket masuk untuk dewa Rp 15.000, anak-anak Rp 10.000 dan turis asing Rp 20.000.


Tujuan utama saya memang memasuki Lobang Jepang. Dengan jasa pemandu dan tiga orang anak yang tiba-tiba saja mengekor di belakang saya dan bapak pemandu dari awal saat menuruni tangga, kami diajak berkelilingi menelusuri tunnel ini. Saya senang dengan kehadiran mereka, sehingga perjalanan menulusuri Lobang Jepang jadi lebih mengasikkan. Sepanjang jalan Bapak pemandu menjelaskan segala hal mengenai Lobang Jepang ini. Bangunan satu ini sarat akan sejarah pilu bangsa kita. Di dalam hawanya begitu dingin. Saya menanyakan ke bapak tersebut mengapa bisa demikian. Ternyata, terdapat sekitar tujuh lubang angin di dalamnya. Sehingga, meskipun berada di bawah tanah, tetap terasa  sejuk karena udara dapat bebas keluar masuk dari lubang ventilasi tersebut. Semakin masuk, maka semakin terasa lembab dan dingin. Di bagian sisi-sisinya dilengkapi penerangan, sehingga tidak perlu khawatir untuk berjalan di dalamnya. Sampai akhirnya tidak terasa kami sampai di penghujung perjalanan yang berakhir pada Ngarai Sianok

Kami harus kembali lagi ke tempat awal kami masuk dengan menaiki beberapa anak tangga. Ternyata, cukup melelahkan juga. Sebelum kembali, kami sempatkan untuk berfoto terlebih dahulu dengan latar Ngarai Sianok yang indah. Setelah puas berkeliling di Lobang Jepang, saya menuju Museum Rumah Kelahiran Bung Hatta. Untuk masuk ke tempat ini FREE ya guys. Letaknya berada di Jl. Soekarno Hatta No.37, Kel. Campago Ipuh, Kec. Mandiangin Koto Selayan, Kota Bukit Tinggi. 

Museum Rumah Kelahiran Bung Hatta.  Sesuai namanya, tempat ini merupakan rumah sang proklamator, Bung Hatta dilahirkan dan menghabiskan masa kecilnya sampai berusia 11 tahun. Rumah ini merupakan bangunan baru yang dibangun menyesuaikan dengan rumah lama dan letaknya dimundurkan beberapa meter dari sisi jalan. Rumah yang telah dialih fungsikan menjadi museum ini, di dalamnya terdapat foto-foto keluarga Bung Hatta, diagram silsilah keluarga Bung Hatta dari pihak ayah dan ibu, ruang baca, kamar bujang, kamar paman, furniture dengan tata letak yang disesuaikan dengan keadaan aslinya. Sehingga, ketika berada di dalamnya kita dibuat terbawa suasana saat Bung Hatta tinggal di sana dulu.

Selesai mengunjungi tempat bersejarah ini, saya rencananya akan pulang kembali ke Padang. Sebelum pulang, saya teringat ada satu tempat wajib yang saya harus kunjungi ketika berkunjung ke suatu daerah. Saya ingin ke Masjid Raya Bukittinggi. Dari sini, saya berjalan menelusuri Pasar Bawah, lalu menuju Pasar Atas dengan melewati Janjang 40 atau dibaca Janjang Ampek Puluah. Ini merupakan anak tangga yang menghubungkan antara Pasar Atas dan Pasar Bawah dan Pasar Banto. Setelah sampai di puncak anak tangga, saya berjalan ke arah kanan menelusuri jalan hingga keluar dan bertemu bangunan Masjid Raya Bukittinggi. 
Saya beristirahat sejenak di sana, kemudian melanjutkan perjalanan kembali ke arah Jam Gadang. Tempat dimana tujuan awal saya sampai di Bukittinggi. Sekali lagi saya ingin menikmati suasana Bukittinggi dari sisi Jam Gadang. Saat saya kembali ke sana, suasana di sekitar Jam Gadang sudah lebih ramai dibandingkan ketika pagi saya datang. Kemudian, saya memesan kembali ojek online untuk ke Simpang Jambu Air tempat biasa travel menuju Padang menunggu. Begitulah cerita seharian saya sebagai Solo Traveler di Bukittinggi. Sengaja saya berangkat dari pukul 07.00 pagi agar bisa lebih lama berada di kota ini. Fyi, perjalanan menuju Bukittinggi kalian akan melewati Lembah Anai. Jika kalian menggunakan kendaraan pribadi, bisa berhenti sejenak untuk mengabadikan air terjun ini.

Sampai di sini kisah perjalanan saya di Ranah Minang. Semoga bermanfaat dan kalian bisa segera berkunjung ke tempat-tempat yang saya sampaikan tadi. Dan semoga saya bisa kembali ke kota ini untuk mengekplorasi tempat-tempat yang belum sempat saya kunjungi. Aamiin.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Buku "Second Chance : Rago, Irfan dan Fajar"

Judul     : Second Chance Penulis  : Rago, Irfan dan Fajar Tahun    : 2016 Penerbit : Pastel Books "Lampaui Batasmu!" Yah, tagline pada cover buku ini sesuai dengan perjuangan ketiga penulis untuk melampaui batas, yaitu Rago, Irfan dan Fajar. Keterbatasan yang mereka alami tidak menjadi penghalang. Dan kesamaan nasib juga yang mempertemukan mereka, sehingga dapat menulis buku ini. Berawal dari kisah Rago yang mengalami kecelakaan ketika panjat tebing di Tebing Citatah 48. Dia terjatuh sehingga membuat tangan kanannya tidak berfungsi seperti sediakala. Membuatnya mau tidak mau menjadi kidal. Putus asa? Pasti dirasakannya. Bahkan, pernah berada dititik terendah. Hal yang sama juga dialami oleh Irfan. Bedanya, Irfan mengalami kecelakaan ketika wall climbing. Dia terjatuh dari ketinggian 10 m. Sempat divonis tidak akan bisa berjalan kembali. Namun, Irfan mematahkan semua itu. Dari apa yang telah dia alami, Irfan bahkan telah menulis buku berjudul Tab...

Tempat Nongkrong Asik di Jababeka

5 tempat asik yang recommended buat nongkrong di Jababeka. Siapa tahu kalian ada yang sedang berada di daerah ini, bisa main atau nongkrong-nongkrong asik di tempat-tempat berikut. 1. Recharge cafe & resto Tempat makan ini tergolong baru di Kawasan Jababeka. Berlokasi di Jl. Cilemah Abang, sebelah kiri. Bangunannya terdiri dari 3 lantai. Namun, yang difungsikan untuk pengunjung hanya sampai lantai 2. Sedangkan, lantai 3 digunakan untuk musholla. Di bagian bawahnya ada juga Bakso Wadidaw, tapi kayaknya sudah tidak berjualan lagi, karena sudah lama tutup. 2. Throwback coffe Cafe ini bertempat di Jl. Cilemah Abang juga. Letaknya sekitar 600 m setelah Recharge cafe & resto. Throwback coffe juga tidak jauh dari Warung Upnormal. Bisa dibilang satu jalur kalau kamu menuju ke sini. Bagi kalian yang mau nongkrong kalau ada Wi-Fi, tempat ini tepat buat kalian. 3. Warunk Upnormal Dari awal buka sampai sekarang, tempat ini tidak sepi pengunjung. Meskipun, ada saja wak...

Ngeteng dari Bekasi ke Lampung

Sekitar dua minggu yang lalu, tepatnya tanggal 22 Februari 2020, saya dan seorang teman (panggil saja "Mbak Nur") berangkat menuju Bandar Lampung dari Bekasi untuk mengikuti acara Milad Forum Lingkar Pena ke-23 (Cerita tentang Milad FLP akan segera menyusul dipostingan selanjutnya). Di sini saya ingin share cerita "ngeteng" kami untuk sampai ke Lampung. Sebelum berangkat, kami mencari informasi sebanyak-banyaknya. Meskipun, Sumatera adalah tanah kelahiran saya, sekaligus kampung halaman, seumur-umur belum pernah naik transportasi umum darat sendirian untuk pulang kampung. ( Info penting!... kampung saya di Sumatera bagian selatan hehe). Alhamdulillah, dapat teman nge-trip yang sefrekuensi. Jadilah, kami berdua melakukan perjalanan dari Bekasi ke Bandar Lampung dengan cara berganti-ganti kendaraan aka. "Ngeteng". Secara umum hanya ada tiga kendaraan untuk trip ala "ngeteng" ke Lampung, yaitu Bus Bekasi-Merak, Kapal Ferry, dan Kendaraan Bakauh...