Judul : Kala-Kita Adalah Sepasang Luka Yang Saling Melupa
Penulis : Stefani Bella dan Syahid Muhammad
Penerbit : Gradien Mediatama
Tahun Terbit : 2017
Jumlah Halaman : 348 hal
|
Novel ini ditulis dari dua sudut pandang, yaitu Saka dan Lara. Saya menduga judul buku merupakan singkatan dari dua nama tokoh. (Sotoy hehe)
Saka dan Lara adalah dua insan yang dipertemukan tersebab luka di masa lalu. Tentang meninggalkan dan ditinggalkan.
Dipertemukan karena event kolaborasi antara komunitas yang mereka ikuti yaitu fotografi dan menulis di Bandung. Dua hal yang akhirnya sama-sama mereka sukai. Berawal dari keterbukaan tentang diri masing-masing. Akhirnya, mencoba untuk menjalin hubungan jarak jauh, Jakarta-Bandung.
Lara yang hidup dalam keteraturan, sedangkan Saka kebalikannya. Lara mencoba memahami namun ingin memperbaiki ketidakaturan Saka. Hingga, konflik antar pasangan yang biasa terjadi bagai bom waktu. Rasa yang berbunga setahun hubungan itu lenyap. Lara yang biasa ditinggalkan kali ini menjadi pemeran utama yang meninggalkan kekasihnya.
Ketika hilangnya komunikasi antara mereka. Semesta mempertemukan keduanya kembali dalam keadaan yang lebih tenang.
Saya menyukai beberapa kalimat di buku ini. Seperti, "... Pertemuan yang sebenarnya adalah pijakan pertama yang membawa kita lebih dekat dengan perpisahan. Pekerjaan kita sebetulnya hanya menanti..."
Atau tulisan diawal buku "Kau datang sebagai pesan pembalasan. Aku datang sebagai dosa yang kau perbuatan."
Adapula nasihat dari ibu Saka bahwa yang terjadi pada mereka adalah manifestasi dari perilaku masa lalu.
Pada novel ini ada beberapa percakapan dalam bahasa Inggris yang secara tidak langsung membuat pembaca dituntut membiasakan membaca bahasa asing tersebut. Dan itu nilai plus dari buku ini. Bicara soal percakapan antar tokoh, ada beberapa bagian yang menurut saya agak kurang pas untuk disajikan sebagai sebuah dialog karena terlalu panjang.
Terlepas dari itu semua, buku ini cukup menghibur dengan kehadiran dan percakapan tokoh utama dengan teman mereka Kevin, Narni dan Kanaya. Menjadi secercah warna diantara kemelut kesedihan antara Saka dan Lara.
Sejujurnya, untuk mengawali membaca buku ini, saya agak sedikit melambatkan kecepatan bacaan karena harus menyesuaikan tulisan yang banyak dihiasi oleh diksi dari dua perspektif Saka dan Lara. Tapi, semakin ke sini saya semakin menikmatinya. Bagi yang menyukai novel dengan gaya bahasa dan isi cerita seperti yang saya sampaikan di atas, sila lanjutkan membaca Amorfati dan Egosentris. Dua judul tersebut merupakan lanjutan dari buku ini.
Komentar
Posting Komentar