Judul : Sirkus Pohon Penulis : Andrea Hirata Tahun Terbit : 2017 Penerbit : PT Bentang Pustaka |
Lucu. Karya Pak Cik ini terbalik saya baca. Saya lebih dulu merampungkan karya barunya yang berjudul "Orang-Orang Biasa". Sehingga, saya jadi merasakan "Orang-orang Biasa" pada novel ini. Betapa tidak, penulis masih menceritakan kehidupan masyarakat dengan latar tempat di Belitung. Rasanya, Pak Cik tiada habis-habisnya mengeksplor kampung halamannya ini. Luar biasa.
Kisah pada novel ini diceritakan oleh sudut pandang Sobri alias Hob. Sang Karakter Utama. Dari penuturan Hob inilah, satu persatu tokoh pada novel ini bermain pada imajinasi saya.
Hob digambarkan sebagai pria dewasa yang nelangsa. Bekerja serabutan yang lebih sering menyandang status pengangguran. Hanya lulusan SD, sebab putus sekolah ketika kelas 2 SMP. Semua itu karena berteman dengan mafia kelas kampung yang selalu gatal tangannya jika melihat barang nganggur. Taripol namanya.
Kenelangsaan Hob ditambah dengan sang adik yang selalu menghinanya, karena Hob termasuk warga negara yang menyusahkan pemerintah. Tapi, hal-hal yang payah itu berubah semenjak ia bekerja sebagai Badut di Sirkus Keliling.
Apakah ada diantara pembaca tulisan ini yang bercita-cita ingin menjadi Badut?. Mungkin ada, tapi saya yakin sangat sedikit.
Kenapa penulis memilihkan tokoh utama berprofesi sebagai badut?
Ini menarik, bukan?
Profesi yang sering kali dianggap remeh bagi orang kebanyakan, tetapi menjadi sangat berarti bagi seseorang seperti Hob yang hampir tidak punya impian dalam hidupnya. Dia bukan sekadar badut yang jenaka dengan tampilannya. Namun, di sini ia menjadi badut sirkus yang juga harus punya keahlian lain.
Setelah menjadi badut, kehidupan romansanya pun ada harapan. Karena ia telah merencanakan masa depan dengan gadis bernama Dinda. Namun, sungguh sayang, Hob kembali tak dapat lari dari petaka. Dinda dan delima ialah dua hal yang membuatnya kembali merana.
Ada hal yang saya soroti mengenai delima, yaitu penggambaran pohon delima. Setahu saya, delima memiliki pohon yang lemah. Tetapi, pada novel ini seakan-akan pohon delima itu adalah pohon yang kokoh bak beringin. Memiliki daun lebat dan bergantung buahnya di dahan/ranting pohonnya. Mungkin itu memang pohon delima versi penulis. Entahlah. Ini agak mengacaukan visualisasi saya akan pohon delima.
Selain itu, ada yang masih membuat saya penasaran. Apakah pohon delima ini memang ada sesuatu yang 'magis'? Karena ada satu kejadian yang tak terjelaskan pada bagian adik ipar Hob yang tidak jadi diseruduk sapi. Meskipun, pada akhirnya dijelaskan juga bahwa pohon delima itu rontok daunnya, akhirnya mati mengering batangnya. Yang menandakan bahwa dia tidak memiliki daya.
Menurut saya, Badut dan Pohon Delima punya makna mendalam. Mengenai badut telah saya jelaskan sebelumnya. Tentang pohon delima.
Pohon delima ini, punya daya tarik magis. Dari rakyat biasa sampai tokoh penting di kampung tsb, rela melakukan apa pun terhadap pohon delima yang disangka punya "berkah".
Kisah lain yang menjadi bumbu penyedap adalah Tara dan Tegar. Dua insan yang saling mencari tanpa sadar telah menemukan satu sama lain.
Pada novel ini juga ada menyinggung unsur politik yang tentunya masih dalam lingkup kampung. Dengan penyajian cerita yang menggelitik dan menarik. Keseluruhannya mewakili yang ada di negeri ini.
Pada bagian akhir cerita novel ini, saya berucap, "Gila sih ini! Parah...".
Konspirasi. Perlu akal yang mumpuni untuk melanggengkan semua itu. Adalah otak seorang Andrea Hirata yang bekerja untuk sebuah novel epik ini. Seperti kata Pak Cik pada awal novel "Fiksi, cara terbaik menceritakan fakta."
Bravo Pak Cik. Applause.
Komentar
Posting Komentar