"111 tahun Buya Hamka" adalah acara yang membuat saya menyesal datang hanya sehari. Saya mendapat info acara ini dari seorang teman, namanya Nida. Usianya lebih muda dari saya, namun sastra menjadi salah satu alasan kami dekat. Ditambah karena kami sesama Feeling Introvert. Awalnya, respon saya ketika membaca gambar yang di-share olehnya lewat chat Whatsapp "acara apaan nih?". Setelah dibaca, "Ohh... Tentang Buya Hamka".
Terus terang, saya belum pernah membaca karya-karya beliau. Meskipun begitu, saya sedikit tahu tentang beliau. Sebenarnya, beberapa buku karya beliau sudah ada di dalam list buku yang saya incar, hanya saja belum kesampaian.
Kalau ikut acara semacam ini biasanya saya datang bersama Nida. Tetapi, apalah daya, dia sedang berada di kota yang khas dengan slogan "Wong Kito Galo". Sedang masa pengabdian di sana.
(Semoga tahun ini kita bisa meet up ya, Nid).
Mencari teman yang mau diajak untuk datang ke acara ini membuat saya bingung. Sempat saya mencoba mengajak salah satu teman kantor, terus dia bilang, "Gue gak ngerti tuh acara apaan?".
Ya sudah, saya pun akhirnya datang sendirian dengan membawa niat ingin menambah ilmu di sana. Berangkatlah saya dengan transportasi andalan, KRL. Transit 2 kali di Manggarai dan Tanah Abang, lalu berhenti di stasiun terakhir Kebayoran. Saya berangkat sekitar pukul 6 dan sudah sampai di lokasi pukul 07.30. Kalau dilihat dari yang teman saya share, acaranya dimulai dari pukul 8. Alhamdulillah, bisa sampai lebih awal. Yah... Walaupun ujung-ujungnya, acara dimulai jam 10.00. Tidak apalah, saya jadi bisa melihat-melihat dahulu karya-karya Buya Hamka yang dipajang di depan ruang auditorium. Ada buku, kaset, kutipan tulisan beliau yang dibuat di kanvas, dan lain-lain.
Mbak Nui sedang meihat karya Buya Hamka |
Begitu banyak karya dari Buya Hamka. Terdapat lebih dari 100 judul buku yang telah beliau tulis. Betapa seseorang dapat abadi dengan karyanya, seperti Buya Hamka.
Saat sedang berkeliling, saya memperhatikan ada seorang perempuan yang sendirian. Lalu, saya ajak berkenalan. Mbak Nui, namanya. Ternyata dia juga datang sendirian. Mbak Nui berangkat dari Bogor. Dia datang bersama dengan temannya yang menjadi panitia acara tersebut.
Jadilah Mbak Nui yang membersamai saya seharian. Ada saja cara Allah untuk mempertemukan dengan teman baru. Subhanallah.
(Thanks Mbak Nui).
Awalnya, saya berencana untuk tidak mengikuti acara ini sampai selesai, mengingat jarak dan waktu sampai di rumah. Namun, nyatanya saya mengikuti hingga selesai karena sayang rasanya meninggalkan acara ini lebih awal. Rangkaian acara "111 tahun Buya Hamka" berlangsung dari tanggal 11-17 Februari 2019. Saya hanya dapat hadir di hari terakhir dari rangkaian acara ini.
Pada talkshow sesi pertama, dihadirkan salah seorang pemenang dari lomba karya tulis. Ketika mendengar penjelasannya, menurut saya memang pantas beliau masuk menjadi satu dari tiga pemenang. Judul tulisannya : Hamka & Perspektif Tafsir Modern. Luar biasa. Kemudian, dilanjutkan dengan Akmal Sjafril, M.Pd.I (Ketua SPI) sebagai pembicara. Sesi kedua dimulai setelah ISHOMA. Dan ini adalah sesi yang saya nantikan.
Juara ke-3 lomba tulis (kiri) |
Salah satu alasan yang membuat saya lebih memilih hadir pada tanggal 17 Feb karena ada talkshow bersama putri Buya Hamka, Azizah Hamka. Pada sesi kedua, seharusnya ada pula Walikota Padang, namun beliau berhalangan hadir, sehingga panitia memberikan copy makalah yang akan beliau sampaikan.
Sesi kedua dimulai. Ternyata, tidak hanya putri Buya Hamka yang dihadirkan, ada pula Pak Afif Hamka (anak Buya Hamka), cucu bahkan cicit Buya Hamka. Pertama kalinya melihat langsung tiga generasi sekaligus dari tokoh luar biasa, Buya Hamka.
Sesi kedua dimulai. Ternyata, tidak hanya putri Buya Hamka yang dihadirkan, ada pula Pak Afif Hamka (anak Buya Hamka), cucu bahkan cicit Buya Hamka. Pertama kalinya melihat langsung tiga generasi sekaligus dari tokoh luar biasa, Buya Hamka.
Mungkin saya tidak akan terlalu membahas mengenai Buya Hamka secara menyeluruh, karena track record-nya sudah banyak tercatat, biografinya dapat dicari baik lewat buku/Mang Google. Hal yang saya peroleh kemarin adalah cerita dari keluarga yang mungkin belum banyak dibukukan. Buya Hamka memiliki 12 orang anak, namun 2 orang meninggal saat masih kecil. Sekarang tinggal 4 orang anak yang masih hidup.
Diawali dengan mendengar penuturan dari Bapak Afif Hamka. Dari sekian cerita yang beliau sampaikan, hal pahit yang sangat menyedihkan bagi keluarga adalah ketika sang Ayah dibui. Keluarganya dimiskinkan. Buku-bukunya dilarang beredar, sehingga tidak ada royalti yang didapat untuk keluarga.Dalam masa-masa sulit itu, Ibu mereka tetap tegar dan berusaha untuk mencari cara agar keluarganya tetap bisa hidup.
Ibu Azizah Hamka menyampaikan bahwa Uminya orang yang tidak terlalu banyak bicara.
"Umi itu tidak mau kalau adik-adik saya diasuh orang lain. Harus kami yang menjaga mereka. Untuk menyuapi makan saja, kalau makanannya panas lalu ditiup sama pengasuh, kan dia orang lain", kenang beliau. Umi beliau begitu menjaga makanan yang masuk ke tubuh anak-anaknya.
Diawali dengan mendengar penuturan dari Bapak Afif Hamka. Dari sekian cerita yang beliau sampaikan, hal pahit yang sangat menyedihkan bagi keluarga adalah ketika sang Ayah dibui. Keluarganya dimiskinkan. Buku-bukunya dilarang beredar, sehingga tidak ada royalti yang didapat untuk keluarga.Dalam masa-masa sulit itu, Ibu mereka tetap tegar dan berusaha untuk mencari cara agar keluarganya tetap bisa hidup.
Ibu Azizah Hamka menyampaikan bahwa Uminya orang yang tidak terlalu banyak bicara.
"Umi itu tidak mau kalau adik-adik saya diasuh orang lain. Harus kami yang menjaga mereka. Untuk menyuapi makan saja, kalau makanannya panas lalu ditiup sama pengasuh, kan dia orang lain", kenang beliau. Umi beliau begitu menjaga makanan yang masuk ke tubuh anak-anaknya.
Kemudian, salah seorang cucu Buya Hamka mengatakan bahwa beliau adalah orang yang memiliki daya ingat yang kuat. Pernah mereka menyampaikan suatu hal, lalu keesokan harinya disampaikan dengan pernyataan yang berbeda. Sang kakek mengatakan, "Bukannya kemarin bukan itu yang kamu bilang".
Sedangkan, menurut Akbar (cicit dari Buya Hamka), Buya Hamka adalah pribadi yang sangat luar biasa. Meskipun, dia tidak pernah bertemu langsung dengan beliau, dari tulisan-tulisannya dan berbagai informasi tentang beliau membuat dirinya kagum. Salah satunya yaitu Buya Hamka yang tetap mau menyolatkan sahabatnya, walaupun telah membuatnya merasakan dinginnya dinding penjara.
Sedangkan, menurut Akbar (cicit dari Buya Hamka), Buya Hamka adalah pribadi yang sangat luar biasa. Meskipun, dia tidak pernah bertemu langsung dengan beliau, dari tulisan-tulisannya dan berbagai informasi tentang beliau membuat dirinya kagum. Salah satunya yaitu Buya Hamka yang tetap mau menyolatkan sahabatnya, walaupun telah membuatnya merasakan dinginnya dinding penjara.
Keluarga Buya Hamka (Kiri-Kanan, Cicit, Cucu, Cucu, Anak, Anak) |
Dari seluruh cerita tersebut dapat disimpulkan bahwa Buya Hamka adalah
seorang yang tidak hanya memiliki kedalaman ilmu, namun juga keluasan
hati. Kalau bukan karena dipenjara, beliau tidak akan menyelesaikan
Tafsir Al-Azhar. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun berada dalam keadaan
yang tidak menyenangkan, beliau tetap dapat produktif dan memandang
segala hal dari sisi positif. Wajar saja jika beliau disebut "Ayah Bangsa".
Terakhir, ada sedikit dokumentasi dan terdapat gambar dimana saya sedang memegang sebuah buku Buya Hamka berjudul "Buya Hamka Berbicara tentang Perempuan". Anggap saja itu sebagai oleh-oleh dari
acara ini. InsyaAllah saya akan tulis reviewnya. Kalau kata Nida,
bukunya keren. Ditunggu saja ya.
Komentar
Posting Komentar