Beberapa hari yang lalu, saya terpaksa pulang dengan taksi karena tidak ada supir di kantor yang bisa mengantar saya pulang. Karena saya meeting di kantor cabang dan baru selesai menjelang adzan Magrib. Akhirnya, saya memesan taksi daring. Setelah menunggu beberapa lama sambil mengobrol dengan rekan kantor, taksi saya sampai.
Dari awal masuk mobil dan duduk di bangku belakang, saya sudah menduga bahwa supir yang satu ini merupakan kategori supir yang akan membuat saya banyak bicara. Pak Sudirman namanya. Mirip salah satu nama tokoh pahlawan nasional yang sepertinya hampir setiap kota di Indonesia memiliki nama jalan dengan nama Jl.Jend.Sudirman.
Obrolan dimulai dari hari pertama puasa, solat tarawih, hingga kehidupan pak Sudirman. Situasi seperti ini beberapa kali saya alami. Namun, kali ini saya ingin berbagi lewat tulisan. Banyak hikmah yang bisa diambil dari obrolan singkat antara kita dan pengendara taksi daring. Saya pun yakin anda juga pernah mengalami hal serupa seperti saya.
Dari obrolan kami diketahui bahwa beliau ternyata masih hidup sendiri alias membujang. Jika dilihat dari perawakannya, mungkin usianya sudah di atas 40 tahun. Hidup sendiri dan penghasilan yang tidak seberapa, tidak membuatnya untuk tidak menikmati hidup. Dia adalah satu dari sekian orang yang hidup dengan tidak mengutamakan gengsi.
Katanya, "yang penting dikasih sehat, mbak. Saya gak mau dibawa stress. Yang penting saya bisa makan, bayar sewa rumah, sama listrik. Pokoknya buat hidup sebulan saya cukuplah mbak. Kan saya juga masih sendiri. Saya ingat pesan orangtua saya dulu, mereka bilang saya gak usah pusing mikirin hidup."
"Kalau makan di luar terus ya pak?"
"Ya gitu mbak, yang penting saya makan 3 kali sehari. Alhamdulillah, saya ga ada sakit gula (diabetes)."
Terkadang aku menanggapi seadanya, apalagi terkait status dan orangtuanya. Sengaja tidak ingin tahu lebih dalam, karena menurutku itu terlalu pribadi. Sampai akhirnya juga aku tahu bahwa orangtuanya sudah meninggal.
"Yang buat saya stress satu mbak"
"Apa tuh pak?"
"Macet. Makanya kadang saya malas ngambil penumpang kalau mau jam pulang kerja tuh. Saya ambil sekalian malam, yah abis magrib kayak gini."
Kemudian, obrolan masih sekitar tentang Pak Dirman dan kehidupannya. Malam itu, Pak Dirman mengingatkanku akan arti syukur dan kesederhanaan. Beliau merupakan pelajaran dari sudut pandang berbeda. Jangan terlalu memikirkan perkara-perkara duniawi yang dapat menghilangkan ketenangan diri. Yang jika dihubungkan ternyata bersinggungan dengan kata "gengsi". Terkadang, pengingat diri didapatkan dimanapun dan kapanpun kita berada.
Komentar
Posting Komentar