Langsung ke konten utama

Review buku "Semesta Di Atas Kasur"



Butuh waktu kurang dari sejam untuk merampungkan bacaan ini. Ditulis oleh seorang teman dari komunitas FLP Bekasi. Fajar Hidayat namanya. Ketika pagi tadi melihat di WA status, saya berdecak kagum "luar biasa produktifnya dia" di tengah kondisi yang agak terasa santuy bagi saya. Karena saya pun belum bisa seproduktif itu. Padahal, bicara soal waktu rasanya "lebih banyak" dibandingkan hari-hari sebelum pandemik ini terjadi.

(Fyi, saya telat sehari dari launchingnya buku ini. "Semesta Di Atas Kasur" dibagikan oleh Fajar pada hari Sabtu, tanggal 11 April 2020)

Katanya ini hanya kumpulan tulisan asal. Tapi, saya yakin kalau dia gak seasal itu menulis buku kecil ini. Dari awal, penulis sudah menyampaikan permintaan maaf terkait banyaknya kesalahan dalam penulisan. Baiklah, mari kita maklumi dan nikmati saja tulisan dari tiap babnya. Bagi saya, kata-kata yang tersaji tidak total menjadikan tidak enak dibaca. Setidaknya, tidak sampai menghilangkan makna yang ingin disampaikan.

Buku ini terasa ringan di baca dan jadi hiburan tersendiri. Sebuah tulisan dari pemikiran, pengamatan, dan mungkin juga kegalauan tentang yang dirasakan oleh penulis terkait kondisi saat ini. Apa-apa yang tertulis di dalamnya adalah sebagian dari yang terjadi sekarang. Bisa dibilang mewakili juga apa yang saya rasakan dan alami.

Mengutip beberapa kalimat yang menarik dari "Semesta Di Atas Kasur":

"Kita pernah baik-baik saja dengan menghirup asap knalpot kendaraan ketika macet, menghirup asap rokok orang-orang yang tidak permisi, menelan cipratan air dari pengendara motor yang ngebut gak pedulian. Kita pernah sesehat itu. Lalu hadirnya makhluk Corona ini merubah semuanya."

"Kebiasaan bisa terbangun manakala kita memaksakan diri untuk merutinkan suatu hal, atau kalau kita tidak memaksakan diri, maka lingkungan yang akan memaksakan kita untuk terbiasa."

"Kalau mau kehidupan yang baik esoknya, maka dimulai dari hari sebelumnya."

Beberapa hal yang disampaikan oleh Fajar lewat tulisannya ini jadi pengingat tersendiri buat saya. Ada yang sudah diketahui dan sering didengar. Tetapi, memang dasarnya manusia, makhluk lemah dan pelupa, harus selalu diingatkan.

Jika boleh sedikit bercerita tentang yang saya alami. Beberapa kali membatin "Seharusnya lebih banyak buku yang bisa saya baca. Seharusnya bisa menyelesaikan tulisan-tulisan yang telah lewat deadline, harusnya harusnya harusnya..." 

Namun, terlepas dari itu semua ada salah satu dari sekian hal yang saya rasakan yaitu merasakan lebih tenang. Saya anggap ini adalah saat untuk menyiapkan diri menyambut bulan Ramadhan. Kalau bukan karena kondisi saat ini belum tentu bisa lebih menyiapkan diri. Mungkin, saya akan tetap sibuk berkutat dengan pekerjaan di kantor, deadline tulisan, rencana travelling, atau kegiatan-kegiatan yang membuat saya terhanyut.

Terima kasih kepada Fajar yang sudah mau menuliskan buku ini sebagai bentuk kepeduliannya terhadap situasi yang sama-sama kita harapkan agar segera usai. Sejujurnya ada beberapa platform atau komunitas yang juga menawarkan menulis buku antologi terkait pandemik ini dan saya tidak terlalu tertarik untuk ikut serta. Tetapi, Fajar membuka mata saya bahwa mengenai kondisi saat ini bisa dibuat sendiri dalam bentuk sebuah buku. Meskipun, ia menyebutkan ini adalah "Buku Kecil" yang jumlah halamannya kurang dari 100 hal. Namun, dengan luar biasa bisa diselesaikannya dalam tempo waktu tiga hari.

Jika ada yang ingin membaca "Semesta Di Atas Kasur" bisa langsung ke link bit.ly/SemestaDiAtasKasur. Tenang saja, buku ini memang dibagikan secara cuma-cuma alias GRATIS oleh penulis. Bukan yang kemarin sempat heboh yaitu bagi-bagi buku dalam bentuk pdf gratis tanpa tahu apakah sudah diketahui atau diizinkan oleh penulisnya. Oke skip.

Terima kasih.

Salam dari saya yang berusaha ikut turut menghadirkan Semesta Di Atas Kasur. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngeteng dari Bekasi ke Lampung

Sekitar dua minggu yang lalu, tepatnya tanggal 22 Februari 2020, saya dan seorang teman (panggil saja "Mbak Nur") berangkat menuju Bandar Lampung dari Bekasi untuk mengikuti acara Milad Forum Lingkar Pena ke-23 (Cerita tentang Milad FLP akan segera menyusul dipostingan selanjutnya). Di sini saya ingin share cerita "ngeteng" kami untuk sampai ke Lampung. Sebelum berangkat, kami mencari informasi sebanyak-banyaknya. Meskipun, Sumatera adalah tanah kelahiran saya, sekaligus kampung halaman, seumur-umur belum pernah naik transportasi umum darat sendirian untuk pulang kampung. ( Info penting!... kampung saya di Sumatera bagian selatan hehe). Alhamdulillah, dapat teman nge-trip yang sefrekuensi. Jadilah, kami berdua melakukan perjalanan dari Bekasi ke Bandar Lampung dengan cara berganti-ganti kendaraan aka. "Ngeteng". Secara umum hanya ada tiga kendaraan untuk trip ala "ngeteng" ke Lampung, yaitu Bus Bekasi-Merak, Kapal Ferry, dan Kendaraan Bakauh

Menyoal Hadits-Hadits Populer

Judul : Menyoal Hadits-Hadits Populer (Upaya Mengenali Sunnah yang Benar, Bukan yang Terkenal) Penulis : Adi Hidayat Penerbit : Institut Quantum Akhyar Tahun terbit : 2018 Membaca buku ini semakin membuat saya kagum dengan sosok Ust.Adi Hidayat. Sangat terlihat kedalaman ilmu yang beliau miliki. Menyadarkan betapa masih dangkalnya ilmu agama yang saya ketahui. Total ada 17 hadits populer yang dibahas. Terdengar sedikit memang, tetapi jika telah membaca buku ini saya yakin Anda akan berubah pikiran. Sesuai yang tertera pada cover, sebagai upaya mengenali sunnah yang benar, bukan yang terkenal. Beliau membahas hadits-hadits tersebut cukup terperinci dengan menambah bukti-bukti ilmiah, periwayat hadits dan rangkaian sanadnya, penilaian para ulama, hingga membuat kesimpulan hampir tiap pembahasan. Hanya dua bahasan hadits yang tidak terdapat kesimpulan dan menyerahkannya kepada pembaca. Selain itu, bukan main-main karena beliau mencari referensi 1235 kitab pada pustaka ele

Review "Sabtu Bersama Bapak"

"Sabtu Bersama Bapak" menjadi novel pertama karya Aditya Mulya yang saya baca. Mungkin ada yang sudah menonton versi filmnya?  Saya sendiri baru menyelesaikan buku dan filmnya. Tentu membaca novelnya lebih diutamakan. Seperti yang diketahui, kalau film yang mengadaptasi kisah dari novel, maka jangan berekspektasi tinggi. Jika menginginkan versi lengkap alangkah baiknya membaca novelnya dahulu. Dalam buku ini menceritakan bagaimana seorang ayah tetap bisa mendampingi anak-anaknya, meski dia tidak dapat berada di sisi mereka hingga tumbuh dewasa. Setelah divonis penyakit kanker dan tidak akan hidup lama, Gunawan Garinda merencanakan untuk membuat video yang diamanahkan kepada istrinya agar diputarkan setiap Sabtu untuk anak-anak mereka, Satya dan Saka. Kehidupan kakak beradik yang berbeda. Ibu yang begitu tegar. Juga Ayah yang penuh perencanaan dan tidak akan membiarkan keluarganya kesusahan sepeninggalannya. Masing-masing tokoh punya porsi sendiri. Akan tetapi, pada versi buku